Inilah sifat mereka. Ketika orang-orang
bodoh melontarkan ucapan buruk, mereka tidak membalas dengan ucapan yang sama,
namun mema’afkan. Senantiasa berkata yang baik, tidak terprovokasi oleh
kejahilan orang tersebut.
‘Ibadurrahman (hamba-hamba Ar Rahman sejati).
Sosok-sosok pilihan, pribadi dambaan. Mereka dilansir secara tersendiri dalam
lembaran-lembaran firman Allah subhanahu wata’ala. Merekalah yang mendapat
pujian khusus dari-Nya.
Lalu bagaimana dengan karakteristik hamba-hamba
yang memiliki kedudukan mulia tersebut? Ikuti sajian yang berikut! Di antara
sifat dan karakter yang melekat pada mereka adalah :
TAWADHU’ (RENDAH HATI)
Allah subhanahu wata’ala menggambarkan keadaan
mereka dalam firmanNya, “ (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan
rendah hati” ( Al-Furqan : 63 )
Sifat pertama seorang hamba yang menyandang gelar “ ‘ibadurrahman adalah tawadhu’. Tatkala berjalan di atas bumi ini mereka sangat enteng dan ringan, tidak direkayasa, tidak sombong, ataupun angkuh. Tidak berjalan dengan sangat cepat yang menunjukkan sikap suka mengentengkan dan kasar, juga tidak berjalan dengan sangat pelan yang menunjukkan sifat malas dan kumal. Namun insan-insan pilihan ini berjalan dengan ringan, penuh dengan semangat, tekad, kelelakian, dan jiwa muda.
Sifat pertama seorang hamba yang menyandang gelar “ ‘ibadurrahman adalah tawadhu’. Tatkala berjalan di atas bumi ini mereka sangat enteng dan ringan, tidak direkayasa, tidak sombong, ataupun angkuh. Tidak berjalan dengan sangat cepat yang menunjukkan sikap suka mengentengkan dan kasar, juga tidak berjalan dengan sangat pelan yang menunjukkan sifat malas dan kumal. Namun insan-insan pilihan ini berjalan dengan ringan, penuh dengan semangat, tekad, kelelakian, dan jiwa muda.
Merekalah yang mengimplementaskan firmanNya , “ Dan
sederhanakanlah kamu dalam berjalan.” (Luqman : 19 ).
Maknanya adalah sedang-sedang saja dalam semua
urusan, tidak berlebihan atau keterlaluan sekali.
‘Ibadurrahman berjalan di pelosok bumi untuk
mencari rizki dan tuntutan hidup dengan penuh kelembutan dalam koridor yang
diperkenankan Allah subhanahu wata’ala. Tidak rakus, tamak, menyia-nyiakan
kewajiban, melakukan hal-hal yang diharamkan, atau pun berbuat mubadzir.
Mereka teramat jauh dari sikap keras, melecehkan
orang lain, sombong, berbangga, dan berbesar diri. Mereka tidak berbuat
kerusakan di muka bumi, mencari ketinggian, lebih mendahulukan keuntungan
duniawi yang fana, tidak berusaha semata hanya untuk mengumpulkan harta dan
bersenang-senang dengan kenikmatan kehidupan duniawi.
RIFQ ( LEMAH LEMBUT )
Karakter yang berikutnya adalah sebagaimana
firman-Nya, “ Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” ( Al Furqan : 63)
Inilah sifat mereka. Ketika orang-orang bodoh
melontarkan ucapan buruk, mereka tidak membalas dengan ucapan yang sama, namun
mema’afkan. Senantiasa berkata yang baik, tidak terprovokasi oleh kejahilan oran tersebut, malah,
mereka mampu menahan lisan dan emosi.
Yang menjadi patokan mereka dalam hal ini adalah
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, insan paling lemah lembut. Begitu indah
satu kisah yang menunjukan keagungan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam,
“Suatu ketika ada seorang Arab Badui yang datang kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam dan berkata kasar, lalu kaum muslimin marah dan ingin
memberinya pelajaran, namn hal itu dicegah oleh beliau. Beliau membalas sikap
kasar itu dengan kasih sayang dan lemah lembut.” (Hadits Muttafaqun ‘alaih).
BANYAK BERSUJUD DAN BERDIRI
Allah meneruskan gambaran pribadi ini dalam firman-Nya,
“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb
mereka.”(Al Furqan : 64).
Allah menyebut para hamba-Nya sebagai orang yang
mencintai malam hari dengan melakukan ibadah. Mereka bangun saat orang-orang
sedang terlelap tidur, waspada saat orang-orang lengah, sibuk menyongsong Rabb
mereka, mengantungkan jiwa dan angota badan mereka kepada-Nya. Manakala yang
lain terlena dan merasa mantap dengan kehidupan duniawi, mereka menginginkan
‘Arsy ar-Rahman sebab mereka mengetahui bahwa ibadah di kegelapan malam dapat
menjauhkan mereka dari sifat riya dan minta dipuji. Ibadah di malam hari juga
membangkitkan kebahagiaan di hati dan ketenangan bagi jiwa serta penerangan
bagi penglihatan mereka.
Saat berdiri di hadapan Allah dan mengarahkan wajah
mereka kepada-Nya, mereka merasakan kelezatan dan kebahagiaan yang tak terkira.
Tiada lagi rasa manis setelah manisnya beribadah kepada Allah , bermesra, dan
melakukan kontak dengan-Nya. Melakukan Qiyamullail merupakan sifat asli
‘ibadurrahman. Allah menyebut mereka dengan sifat itu dalam banyak ayat dan
menganjurkan para Nabi-Nya untuk melakukan hal itu.
TAKUT NERAKA
TAKUT NERAKA
Sebagaimana firman-Nya, “Dan orang-orang yang
berkata, ‘Ya Rabb kami, jauhkan adzab Jahannam dari kami, sesungguhnya adzabnya
itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk
tempat menetap dan tempat kediaman.” (Al-Furqan : 65-66).
Sekalipun ‘ibadurrahman sangat ta’at dan hari
mereka dipenuhi dengan ketakwaan, namun mereka senantiasa merasa amalan dan
ibadah mereka masih kurang. Mereka tidak melihat hal itu sebagai jaminan dan
pemberi rasa aman dari api neraka bila saja tidak mendapatkan curahan karunia
dan rahmat-Nya yang dengannya mereka terhindar dari adzab Jahannam. Karena itu,
mereka selalu terlihat takut, cemas dan khawatir dengan adzab Jahannam.
Mereka selalu memohon kepada Allah subhanahu
wata’ala agar Dia menghindarkan mereka dari adzab Jahannam seluruhnya, baik
adzab yang dirasakan penghuni abadinya ataupun penghuni sementaranya. Inilah
sifat setiap mukmin ang bersungguh-sungguh dalam berbuat ta’at dan takut akan
adzab Allah subhanahu wata’ala sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang
lain, “ Dan orang-orang yang takut terhadap adzab Rabbnya. Karena sesunguhnya
adzab Rabb mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).”
(Al-Ma’arj : 27, 28 ).
EKONOMIS, TIDAK BOROS
Allah subhanahu wata’ala mengatakan, “ Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) merka tidak berlebih-lebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu ) di tengah-tengah antara
yang demikian.” (Al-Furqan : 7)
‘Ibadurrahman bukanlah orang-orang yang berbuat
mubadzir, membelanjakan harta melewati batas keperluan. Karena orang-orang yang
berbuat mubadzir adalah saudara-saudara syetan. Syetan selalu menyuruh berbuat
keji dan munkar. Mereka juga mengetahui bahwa mereka bertanggungjawab di
hadapan Allah subhanahu wata’ala terhadap harta mereka; dari mana mereka
peroleh dan kepada siapa mereka infakan.
Mereka juga tidak pernah kikir terhadap diri
sendiri dan keluarga mereka, dalam arti teledor memberikan hak mereka dan tidak
berinfaq untuk hal yang telah diwajibkan Allah subhanahu wata’ala, sebab mereka
mengetahui bahwa Allah subhanahu wata’ala telah mencela kekikiran dan sifat
bakhil. Jiwa nan suci menilai buruk sifat bakhil dan mengindari pelakunya.
Metode berinfaq ‘ibadurrahman adalah moderat dan
pertengahan, antara bakhil dan boros. Mereka berada di puncak pertengahan
antara boros dan bakhil. Mereka meletakkan ayat Allah subhanahu wata’ala, “ Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
(Al-Isra’: 29)
Maksudnya janganlah kita memiliki sifat bakhil,
yang bermuara tidak mau memberi sesuatu kepada siapa pun. Jangan pula bersifat
boros dalam mengeluarkan harta, hingga melebihi kadar kemampuan yang ada pada
kita. Namun bersifat tengah antara boros dan kikir, itulah hamba yang bijaksana
lagi mulia.
Sumber : Shifaat ‘Ibaadirrahman Fii Al-Qu’an,
disusun oleh Bagian Ilmiah penerbit Darul Wathan.
Disalin ulang dari majalah Elfata edisi 06 volume 07 tahun 2007 hal 21-23.
Disalin ulang dari majalah Elfata edisi 06 volume 07 tahun 2007 hal 21-23.
0 comments:
Post a Comment