Pages

Friday, February 8, 2013

Aliran Teori Belajar



Aliran Teori Belajara dipandang dari segi Psikologi

b. Teori Behaviorisme
Rumpun teori ini disebut teori Behaviorisme karena sangat menerangkan prilaku atau tingkah laku yang dapat di amati atau di ukur. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri dari unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau stimulus-respon sebanyak-banyaknya. Siapa yang menguasai stimulus-respon sebanyak-banyaknya ialah orang pandai atau berhasil dalam belajar.

Pembentukan stimulus-respon dilakukan melalui ulangan-ulangan. Dengan demikian teori ini memiliki kesamaan dalam cara mengajarnya dengan teori psikologis daya atau Herbatisme. Tokoh yang sangat terkenal mengembangkan teori ini adalah Trondike (1874-1949) , dengan eksperimennya belajar pada bintang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Trondike dengan “trial and error”. Trondike menghasilkan teori belajar “connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Trondike menemukan tiga prinsip atau hokum dalam belajar yaitu: 1) Law of readines, belajar kan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untik melakukan perbuatan tersebut, 2) Law exsercise yaitu belajar akan banyak berhasil jika di adakan ulangan atau latihan dan 3) Law of effect yaitu belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
Teori pengkondisian, merupakan perkembangan lebih lanjut dari koneksionisme. Teori ini di latar belakangi oleh percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) dengan keluarnya air liur. Air liur akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Dalam percobaan Pavlov membunyikan bel sebelum sebelum memperlihatkan makanan pada anjing. Setelah berulang-ulang kali ternyata air  liur tetap keluar apabila bel berbunyi meskipun makanannya tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan bahwa prilaku individu dapat dikondisikan. Artinya belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu prilaku atau respon terhadap sesuatu. Ivan Pavlov menghasilkan teori belajar teori penguatan atau merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme. Kalau pada pengkondisian yang di beri kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan yang di konsisi atau diperkuat adalah responnya.
Jadi suatu respon di perkuat oleh penghargaan berupa nilai yang tinggi dari kemampuannya menyelesaikan soal-soal ujian. Pembirian nilai adalah penerapan teori penguapan yang disebut juga “Operating Conditioning” tokoh utamanya adalah skniner yang mengembangkan program pengajaran dengan berpegang pada teori penguatan tersebut. Program pembelajaran yang terkenal dan Skinner adalah “Programmed Instruction” dengan menggunakan media buku atau mesin pengajaran. Dalam pengajaran berprogram, bahan ajaran tersusun dalam potongan bahan kecil-kecil, dan disajikan dalam bentuk informasi dan tanya jawab.
Anak belajar dengan cara membaca informasi dan soal, lalu memberikan atau memilih jawaban yang tersedia. Jawaban anak segera dicocokkan dengan kunci jawaban, dan segera diketahui hasilnya yang dinyatakan dengan kualifikasi nilai tertentu. Nilai yang baik akan mendapatkan pujian, sedangkan nilai yang kurang baik akan mendapatkan peringatan. Pengajaran pemograman disajikan dalam berbagai bentuk media pengajaran yaitu dalam bentuk buku program, mesin pengajaran, kaset audio, kaset video, atau komputer melalui penggunaan pelajaran berprogram dimungkinkan anak belajar secara individual, guru dalam hal ini sebagai pengarah, pendorong dan pengolah belajar.
Skinner adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses “conditioning” yang pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara stimulus dengan respons. Psikologi penguatan atau “operant conditioning” merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme atau “conditioning” . Pada pertengahan 1950 dan 1960-an menurut Harley dan davis (1978) timbul kritik-kritik tajam terhadap prinsip-prinsip belajar yang diterapkan untuk sistem intruksional terutama menyangkut terutama menyangkut teori behaviorisme, kritik-kritik ini adalah:
1)     Apakah hasil penelitian tentang proses belajar, terutama yang menyangkut hubungan S-R yang diperoleh dengan memakai binatang sebagai subjek, karakteristik ini sama atau dapat diterapkan pada manusia? Binatang yang berlainan species akan memberi respons yang berlainan apabila diberi bermacam-macam stimulus penguatan.
2)     Apakah hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium akan relevan dengan situasi belajar sesungguhnya? Dalam laboratorium, peneliti dapat mengatur dan mengukur pengaruh variabel-variabel yang ingin di teliti hubungannya dengan hasil belajar, karena variabel lainnya dapat dikontrol. Eksperimen-eksperimen dalam laboratorium terlalu sederhana sifatnya, dan kompleksitas karakteristik pada manusia seakan-akan di abaikan disini.
3)     Apakah faktor-faktor sosial juga diperhatikan dalam penelitianpenelitian eksperimental di laboratorium? Seperti diketahui proses belajar manusia tidak merupakan suatu yang berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Lingkungan dapat merubah tingkah laku hewan dan manusia.
4)     Kecuali faktor-faktor sosial, nampaknya penelitian di laboratorium juga mengesampingkan faktor pengembangan lainnya seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya. Bagaimana seseorang belajar sesuatu yang belum diketahui sebelumnya, merupakan pertanyaan penting, baik secara teori maupun dalam praktek. Perkembangan adalah pembentukan keterampilan baru dari keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana dan yang telah diperoleh sebelumnya. Dengan demikian pada prinsipnya pengalaman-pengalaman sebelumnya merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan pada proses belajar.
5)     Kritik utama mengenai prinsip-prinsip tersebut ialah bahwa prinsip-prinsip lebih mengutamakan pertanyaan yang bersifat deskriptif dan tidak preskriptif. Semua pengajar mengetahui bahwa aktivitas siperlukan dalam proses belajar, tetapi mereka belum mengetahui dengan jelas aktivitas seperti apa, sejauh mana aktivitas tersebut diperlukan dan kapan aktivitas ini justru dapat merupakan penghambat proses belajar.

Untuk menanggulangi kritik-kritik ini dalam pengembangan sistem instruksional diterapkan prinsip-prinsip teori psikologi seperti teori pengembangan dan psikologi sosial, hal ini dikarenakan: (1) belajar merupakan proses ilmiah dengan prosedur yang ilmiah pula; (2) sikap orang mempunyai kebutuhan dan tujuan yang merupakan keinginan untuk belajar tanpa dapat dibendung oleh orang lain; (3) belajar akan lebih lancar apabila materi yang dipelajarinya relevan dengan pribadi orang yang belajar, dan ia diberi kesempatan untuk bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri; (4) proses belajar jarang sekali merupakan proses yang terjadi dalam keadaan menyendiri; dan (5) proses belajar dengan pengikutsertaan emosi dan perasaan siswa akan memberikan hasil yang lebih baik. Artinya belajar benar-benar diperuntukkan untuk mengembangkan kemampuan pribadi siswa dengan mengembangkan potensinya melalui berbagai aktivitas belajar.[1]


[1] Saiful Sagala, op cit, hal

0 comments:

Post a Comment