Metode
Quantum Teaching
1. Pengertian
Quantum Teaching
Quantum
Teaching berasal dari dua kata yaitu "Quantum" yang berarti interaksi
yang mengubah energi menjadi cahaya dan "Teaching" yang
berarti mengajar. Dengan demikian maka Quantum Teaching adalah
orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan disekitar momen
belajar.
Interaksi-interaksi
ini mencakup unsur-unsur belajar yang efektif yang dapat mempengaruhi
kesuksesan siswa.17
Abuddin
Nata, dengan mengutip pendapatnya DePorter mengatakan bahwa Quantum Teaching
adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian
dan fasilitasi SuperCamp. Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti
Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intellegence Gardner),
Neuro-Linguistic Programing (Ginder & Bandler), Eksperiental Learning
(Hahn), Socratic Incuiry, Cooperative Learning (Jhonson & Jhonson),
dan Element of Effective Intruction (Hunter). Quantum Teaching merangkaikan
yang paling baik dari yang terbaik menjadi paket multisensori, multikecerdasan,
dan kompatibel dengan otak, yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru
untuk mengilhami, dan kemampuan murid untuk berprestasi. Sebagai sebuah
pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis dan mudah diterapkan.[1]
Quantum
Teaching yaitu
sebuah metode pembelajaran yang terbukti mampu meningkatkan motivasi belajar
anak didik, meningkatkan prestasi, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan
harga diri dan melanjutkan penggunaan ketrampilan sehingga dapat meningkatkan
mutu pendidikan. Metode Quantum Teaching merupakan salah satu metode
yang dilukiskan mirip sebuah orkestra, dimana kita sedang memimpin konser saat berada
diruang kelas, karena disitu membutuhkan pemahaman terhadap karakter murid yang
berbeda-beda sebagaimana alat-alat musik yang berbeda pula. Karenanya Quantum
Teaching mengajarkan agar setiap karakter dapat memiliki peran dan terlibat
aktif dalam proses belajar mengajar sehingga pembelajaran membawa kesuksesan.
Quantum
Teaching menguraikan
cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat pemaduan unsur seni dan
pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata pelajarannya. Dengan
menggunakan metodelogi Quantum Teaching, dapat menggabungkan
keistimewaan-keistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan yang akan
melejitkan prestasi siswa.
Quantum
Teaching adalah
penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan Quantum
Teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang
memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada
hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan
keterangan untuk belajar.
QuantumTeaching
menawarkan suatu sintesis dari hal-hal yang dicari, atau cara-cara baru
untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran yang dilakukan guru melalui
perkembangan hubungan, penggubahan belajar, dan penyampaian kurikulum.
2. Asas Utama
Quantum Teaching
Asas
utama Quantum Teaching adalah Bawalah dunia mereka kedunia kita, dan
antarkan dunia kita kedalam dunia mereka. Asas ini terletak pada kemampuan
guru untuk menjembatani jurang antara dua dunia yaitu guru dengan siswa.
Artinya bahwa tidak ada sekat-sekat yang membatasi antara seorang guru
dan siswa sehingga keduanya dapat berinteraksi dengan baik.
Seorang
guru juga diharapkan mampu memahami karakter, minat, bakat dan fikiran setiap
siswa, dengan demikian berarti guru dapat memasuki dunia siswa.[2] Inilah
hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru, untuk mendapatkan hak
mengajar, pertama-tama guru harus membangun jembatan autentik memasuki
kehidupan murid. Mengajar adalah hak yang harus diraih, dan diberikan oleh
siswa, bukan oleh departemen Pendidikan. Belajar dari segala definisinya adalah
kegiatan full contact. Dengan kata lain, belajar melibatkan semua aspek
kehidupan manusia yang meliputi pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh, disamping
pengetahuan sikap dan keyakinan sebelumnya serta persepsi masa mendatang.
Dengan demikian, karena belajar berurusan dengan orang secara keseluruhan, hak
untuk memudahkan belajar tersebut harus diberikan oleh pelajar dan diraih oleh
guru.
Bagaimana
caranya? Yaitu dengan mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan sebuah
peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial,
atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis mereka. Setelah kaitan terbentuk,
guru bisa membawa siswa kedunia guru, dan memberi siswa pemahaman guru mengenai
isi dunia itu. Ketika seorang guru sudah dapat memasuki dunia siswa dan
diterima dengan baik oleh siswa maka sudah saatnya pula siswa diajak untuk memasuki
dunia lain yang lebih luas sehingga apa yang dipelajari oleh siswa tersebut
dapat diterapkan pada situasi baru dalam kehidupan lingkungannya.
Dalam
interaksi edukatif yang berlangsung terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan
anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan
gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif
demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang
terbaik kepada anak didik, dengan menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan
menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang
arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara
guru dan
Murid.[3]
3.
Prinsip-Prinsip Quantum Teaching
Selain
asas utama Quantum Teaching juga memiliki prinsip atau yang disebut oleh
DePorter sebagai kebenaran tetap. Prinsip-prinsip ini akan berpengaruh terhadap
aspek Quantum Teaching itu sendiri, prinsip-prinsip itu adalah:
1)
Segalanya berbicara, maksudnya adalah
segala hal yang berada dikelas mengirim pesan tentang belajar. Menurut
Islam prinsip ini berarti bahwa segala sesuatu memiliki jiwa atau personalitas.
Air, tanah, tumbuhtumbuhan, binatang, manusia dan sebagainya memiliki jiwa dan personalitas.
Oleh karenanya semua itu harus diperlakukan secara baik dan diberikan hak
hidupnya, dirawat dan disayang, sehingga semuanya bersahabat dan bermanfaat
bagi manusia.[4]
2)
Segalanya bertujuan, semua yang kita
lakukan memiliki tujuan. Semua yang terjadi dalam penggubahan pembelajaran
mempunyai tujuan. Prinsip ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Ali-Imron ayat
191, yaitu:
Ayat
ini berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang sikap
orang-orang yang berakal yang mampu meneliti segala ciptaan Tuhan yang ada
dilangit dan dibumi serta pergantian waktu siang dan malam. Dengan berpegang
pada prinsip ini, maka seorang yang berakal akan selalu meneliti rahasia,
manfaat, hikmah yang terkandung dalam semua ciptaan Tuhan.
Pengalaman
sebelum pemberian nama, maksudnya uraian, penjelasan dan informasi tentang
"sesuatu" sebelum siswa memperoleh nama "sesuatu" itu untuk
dipelajari. Atau dengan bahasa yang lebih mudah yaitu mencari
"sesuatu" sebelum diberi tahu tentang "sesuatu itu". Dalam
ajaran Islam seseorang terlebih dahulu disuruh percaya kepada Allah,
mengucapkan dua kalimah syahadah, melaksanakan sholat, membaca Al-Qur'an dan
mempraktekkan ajaran Islam lainnya. Hal ini memberikan penjelasan terhadap
sesuatu yang sudah dikuasai anak akan lebih mantap dalam pengajaran, daripada
lebih dahulu mengemukakan teori yang sulit baru kemudian mempraktekkannya.
3)
Akui setiap usaha, yaitu pengakuan
setiap usaha yang berupa kecakapan dan kepercayaan diri terhadap apa yang
dilakukan oleh siswa, sebab belajar itu mengandung resiko. Menghargai setiap
usaha siswa sebagai bentuk pengakuan atas kecakapan untuk menumbuhkan
kepercayaan diri, sekalipun usaha siswa kurang berarti.
4)
Jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan, artinya terdapat
umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan emosi positif dengan belajar.
4. Model Quantum
Teaching
Model
Quantum Teaching hampir sama dengan sebuah simfoni, dalam simfoni
terdapat banyak unsur dan didalam Quantum Teaching unsur tersebut digolongkan
menjadi 2 bagian yaitu:
1)
Unsur Konteks, yaitu unsur
pengalaman yang meliputi:
a.
Suasana yang memberdayakan, suasana kelas
mencakup bahasa yang dipilih oleh guru, cara menjalin simpati dengan siswa, dan
sikap guru terhadap sekolah serta belajar. Suasana yang penuh dengan kegembiraan
membawa kegembiraan pula dalam belajar. Mengutip pendapatnya Walberg dan
Greenberg (1997) DePorter mengatakan bahwa dalam sebuah penelitian menunjukkan
bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang
mempengaruhi belajar akademis. Suasana atau keadaan ruangan menunjukkan arena
belajar yang dipengaruhi oleh emosi. Bahan-bahan kunci untuk membangun suasana
yang bagus adalah niat, hubungan, kegembiraan, dan ketakjuban, pengambilan
resiko, rasa saling memiliki dan keteladanan. Jika seorang guru secara sadar
menciptakan kesempatan untuk membawa kegembiraan ke dalam pekerjaannya,
kegiatan belajar mengajar akan lebih menyenangkan. Kegembiraan ini membuat
siswa siap belajar dengan lebih mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap positif.
b.
Landasan yang kukuh, adalah kerangka
kerja: tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan aturan bersama
yang member guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar.Dalam
mengorkestrasi landasan yang kukuh, ada unsur-unsur dasar yang perlu diperhatikan
yaitu tujuan, prinsip-prinsip dan nilainilai, keyakinan yang kuat mengenai
belajar dan mengajar, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan peraturan yang
jelas.
c.
Lingkungan yang mendukung, adalah cara guru
menata ruang kelas: pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman,
musik dan semua hal yang mendukung proses belajar. Sebuah gambar lebih berarti
daripada seribu kata. Jika guru menggunakan alat peraga dalam situasi belajar,
akan terjadi hal yang menakjubkan. Bukan hanya mengawali proses belajar dengan
cara merangsang modalitas visual, alat peraga juga secara harfiah menyalakan
jalur syaraf seperti kembang api dimalam lebaran. Beribu-ribu asosiasi
tiba-tiba diluncurkan kedalam kesadaran. Kaitan ini menyedikan konteks yang kaya
untuk pembelajaran yang baru. Untuk menciptakan dan memperkuat jalur syaraf ini
perlu dipertimbangkan dua unsur yaitu pandangan sekeliling dan kaitan mata dan
otak. Prinsip-prinsip yang perlu dikembangkan dalam penataan lingkungan antara
lain:[5] Lingkungan kelas
harus memudahkan siswa untuk bergerak. Kegiatan dan tugas-tugas harus
menyenangkan siswa sehingga siswa dengan penuh kepercayaan mengerjakannya
dengan sebaikbaiknya. Lingkungan belajar harus memudahkan kelompok untuk
berperan serta dalam setiap kegiatan. Lingkungan belajar harus memudahkan siswa
dalam mencari dan menemukan masalah dengan cermat. Lingkungan lain yang perlu ditata
adalah pusat-pusat belajar, yaitu perpustakaan, laboratorium dan sebagainya.
d.
Rancangan belajar yang dinamis, adalah
penciptaan terarah unsurunsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa,
mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar-menukar informasi.[6] Seorang
guru harus mengenali dan memahami modalitas dari setiap siswa yang diajar
karena dengan mengenalinya akan dapat menyesuaikan pengajaran dengan modalitas
visual, auditorial, dan kinestetik. Menurut DePorter (2002:85) dengan mengutip pendapatnya
Bandler dan Grinder (1981) bahwa meskipun kebanyakan orang memilki ketiga akses
ketiga modalitas tersebut, hampir semua orang cenderung pada salah satu
modalitas belajar.
2)
Unsur isi, yaitu penyajian
informasi (ketrampilan penyampaian berbagai macam kurikulum dan strategi dalam
mengajar) pada murid yang meliputi:
a.
Penyajian yang prima, ada beberapa
pedoman untuk mencapai presentasi yang prima yaitu: pahamilah apa yang ada
inginkan, membina jalinan yang baik dengan siswa, bacalah mereka, targetkan keadaan
mereka, capailah modalitas mereka, manfaatkanlah ruangan dan bersikaplah tulus.[7] Seorang
guru harus memberikan teladan tentang makna menjadi seorang pelajar.
Keteladanan, ketulusan, kongruensi dan kesiapsiagaan guru akan memberdayakan
dan mengilhami siswa untuk membebaskan potensi milik mereka sebagai pelajar.
Kemampuan guru berkominukasi, digabungkan dengan rancangan pengajaran yang efektif,
akan memberikan pengalaman belajar yang dinamis bagi siswa.
b.
Fasilitas yang luwes, fasilitasi
adalah seni dan ilmu untuk memaksimalkan saat belajar dan bekerja dengan siswa,
melompat masuk kedalam kepala dan hati mereka untuk membuka dan menjelajahi
cara mereka untuk menyajikan dan memahami apa yang mereka pelajari.
c.
Ketrampilan belajar untuk belajar, apapun mata
pelajarannya, siswa belajar
lebih cepat dan efektif jika mereka menguasai lima ketrampilan penting ini,
yaitu:
1.
Konsentrasi
terfokus.
2.
Cara
mencatat
3.
Organisasi
dan persiapan tes
4.
Membaca
cepat
5. Teknik mengingat
Setiap
siswa diharapkan mampu belajar dan memiliki keterampilan untuk belajar dengan
efektif. Dengan mengetahui gaya belajar masing-masing, mereka menyerap bahan
pelajaran dengan cara yang terbaik bagi mereka. Bila seseorang mampu mengenali
tipe belajarnya dan melalukan pembelajaran yang sesuai maka belajar akan sangat
menyenangkan dan memberikan hasil optimal.
Setiap
orang memilki gaya belajar dan gaya bekerja yang unik. Sebagian orang lebih
mudah belajar visual, sebagian yang lain secara auditorial, sebagian lain
secara haptic/kinestetik. Dan teknik mengajar yang diterapkan disekolah
lanjutan mestinya hanya digunakan untuk mengajar para pelajar dengan gaya
belajar akademis, bukanlah metode terbaik untuk meningkatkan standart mereka.
Akan tetapi, merancang kurikulum sekolah yang memungkinkan setiap pelajar diuji
untuk mengetahui gaya belajar mereka, bukanlah hal mustahil jika hal itu bisa
dilakukan, setiap gaya belajar anak mestinya dapat dilayani disekolah.[8]
d.
Ketrampilan
hidup, dalam Quantum Teaching ini mengajarkan hidup diatas garis.
Diatas ada daya tanggap, yang didefinisikan sebagai "kemampuan untuk
menanggapi". Dengan kemampuan ini muncullah pilihan dan kebebasan. Hidup
diatas garis berarti bertanggung jawab atas tindakan sendiri dan mau
memperbaiki jika perlu. Hal ini juga berarti melihat pilihan yang ada,
menentukan solusi, dan menemukan cara untuk menjadi lebih efektif.
5. Kerangka
Perencanaan Quantum Teaching
Kerangka perancangan Quantum Teaching
lebih dikenal dengan singkatan TANDUR, yaitu:[9]
a.
Tumbuhkan, yaitu tumbuhkan minat, sertakan diri
siswa, pikat mereka, puaskan dengan AMBaK (Apakah Manfaatnya BagiKu).
b.
Alami, yaitu ciptakan pengalaman umum yang
dapat dimengerti oleh semua pelajar, berikan siswa pengalaman belajar,
tumbuhkan kebutuhan untuk mengetahui. Hal ini sejalan dengan pendidikan akhlaq
dan sopan santun yang harus dilakukan dengan membiasakan, seperti membiasakan berkata
yang baik, menghormati kedua orang tua, mengerjakan sholat, menolong orang
lain, dan seterusnya.
c.
Namai, yaitu penyediaan kata kunci, model, rumus,
agar dapat memuaskan, mengajarkan konsep, ketrampilan berpikir dan strategi belajar.
Hal ini sejalan dengan apa yang diajarkan Allah SWT kepada nabi Adam as,
mengenai nama-nama yang ada di alam ini, setelah Nabi Adam mengalaminya.
d.
Demonstrasikan, menyediakan kesempatan bagi siwa
untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Hal ini pernah dilakukan Nabi Adam AS
dihadapan malaikat ketika diminta oleh Allah untuk mendemonstrasikan hasil didikan-Nya,
kejadian ini diabadikan dalan Al-Qur'an surat Al-Baqoroh ayat 32 yang berbunyi
Artinya:
"Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkankepada kami, sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. Al_Baqoroh:32).
e.
Ulangi, memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan
rasa " Aku tahu bahwa aku tahu ini". Dalam hal ini menunjukkan
apa yang telah dijarkan oleh guru agar betul-betul terlihat hasilnya dan lebih
mantap. Dalam hal ini Ari Ginanjar Agustian berargumen bahwa untuk membentuk
sebuah karakter manusia unggul dibutuhkan mekanisme RMP (Repetitif Magic Power)
atau pengulangan yang terus menerus. Dalam RMP ini, energy potensial yang maha
dahsyat yang berada dalam diri setiap manusia diubah menjadi energi kinetik
secara berulang-ulang, sehingga menghasilkan sebuah karakter manusia yang
handal.[10]
Contoh pengulangan ini dapat kita lihat dalam ibadah sholat, kalimat apa saja
yang anda baca ketika sholat? Sifat mulia apa saja yang anda baca ketika itu? Dan
berapa kalikah pengulangan itu anda lakukan?. Sholat merupakan pengulangan
terhebat. Didalam QS Al-Anfal (rampasan Perang) 8:45 diisyaratkan agar kita
melakukan pengulangan. "maka perkokohlah (berteguh hati) dan ingatlah
Allah sebanyakbanyaknya supaya kamu memperoleh kemenangan".
f.
Rayakan, jika layak dipelajari maka layak pula
untuk dirayakan. Memberi pengakuan sangat berpengaruh terhadap kondisi
psikologis belajar siswa. Prinsip ini sejalan dengan adanya upacara tradisi
yang ada dalam Islam, seperti tradisi pemberian nama yang baik pada anak,
menyembelih hewan aqiqah untuknya dan menikahkannya jika dewasa, adalah merupakan
upaya perayaan yang didalamnya mengandung unsur-unsur pengakuan terhadap
keberadaan seseorang ditengah-tengah masyarakat.
[1]
Abudin
Nata, Manajemen Mengatasi kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,(Kencana,
Jakarta 2003), hal.35
[2]
Bobbi
DePorter, Op.Cit. hal,84
[3]
Saiful
Bahri Jamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Rineke,
Jakarta 2000), hal.5
[4]
Abudin
Nata, Op.Cit,hal.41
[5]
Cece
Wijaya, Kemampuan Dasar guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Remaja
Rosda Karya, Bandung1994), hal.133
[6]
DePorter, Op.Cit,
hal 14-15
[7]
DePorter, Op.Cit,
hal.114
[8]
Dryden,
Gordon; Vos, Jeanette, Revolusi Cara belajar (The Learning Revolution)
Belajar Akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan "Fun",( Bandung:
Kaifa, 2002), hal.99
[9]
DePorter, Op.Cit,
hal. 10
[10]
Ari
Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ power, Sebuah Inner Journey
melalui Al-Ihsan,( Arga, Jakarta 2003), hal.270
0 comments:
Post a Comment