Pages

Thursday, January 24, 2013

Ciri Tes Yang Baik-Penelitian


Sebuah tes harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai alat pengukur, sebab memang tidak jarang kesimpulan penting ditarik dan keputusan penting diambil berdasarkan informasi-informasi yang berhasil diperoleh melalui penggunaan tes, padahal di lain pihak kita menyadari kelemahan-kelemahannya yang sebagaian terletak pada kurang cermatnya kita memerikasa alat pengukut (tes) itu sendiri. Kadang-kadang tes yang dipergunakan tidak benar-benar mengukur apa yang mau diukur, kadang-kadang tes itu kurang mencontoh aspek-aspek tingkah laku yang mau diukur itu secara memadai, kadang hasil pengukuran tidak cukup mantap, kadang tidak ada patokan interpretasi yang cukup tegas tentang benar tidaknya suatu jawaban, dan kadang tes itu tidak cukup mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan kemampuan yang kurang menyolok. Pada umumnya suatu tes dikatakan baik dalam hubungan dengan sesuatu tujuan tertentu, biasanya dalam mengukur prestasi siswa dalam arti seberapa jauh tujuan pengajaran tercapai, sedangkan tercakup dalam tujuan ini adalah tujuan untuk memperlancar proses belajar belajar dalam rangka lebih menyempurnakan cara-cara mengajar guru diwaktu-waktu yang akan datang.
1. Validitas
Validitas berasal dari kata “validity” yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dala melakukan fungsi ukurnya Kata “valid” sering diartikan dengan: tepat, benar, shahih, abash; jadi kata validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Apabila kata valid itu dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur, maka sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara shahih, atau secara absah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan kata lain sebuah tes dikatakan telah memiliki “validitas” apabila tes tersebut dengan secara tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengungkap atau mengukur apa yang seharusnya diungkap ataudiukur lewat tes tersebut. Jadi tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila tes hasil belajar tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta didik) dengan secara tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik, setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Suatu tes dapat memiliki validitas yang bertingkat-tingkat: tinggi, sedang, rendah, bergantung pada tujuannya. Sehubungan dengan itu ada beberapa jenis validitas, yaitu:
a. Content Validity (Validitas Isi)
Suatu tes dikatakan memiliki content validity jika scope dan isi tes itu sesuai dengan scope dan isi kurikulum yang sudah diajarkan.
b. Construct Validity (Validitas Konstruksi)
Untuk menentukan adanya construct validity, suatu tes dikorelasikan dengan satu konsepsi atau teori. Item dalam tes itu harus sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan dalam konsepsi tadi, yaitu konsepsi tentang objek yang akan dites. Dengan kata lain hasil-hasil tes itu disesuaikan dengan tujuan atau crri-ciri tingkah laku yang hendak diukur.
c. Predictive Validity (Validitas Ramalan)
Suatu tes dikatakan memiliki predictive validity jika hasil korelasi tes itu dapat meramalkan dengan tepat keberhasilan seseorang pada masa mendatang di dalam lapangan tertentu.
d. Concurrent Validity (Validitas kesamaan/bandingan)
Jika hasil suatu tes mempunyai korelasi yang tinggi dengan hasil suatu alat ukur lain terhadap bidang yang sama pada waktu yang sama pula, maka dikatakan tes itu memiliki concurrent validity.
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata “reliability” yang mempunyai asal kata “rely” dan “ability”. Kata “reliabilitas” sering diterjemahkan dengan keajegan (stability) atau kemantapan (concistency).

Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur mengenai keberhasilan belajar peserta didik, maka sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan berulangkali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu tes dikatakan telah memiliki reliabilitas (daya keajegan mengukur) apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh para peserta tes untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil, kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja tes itu dilaksanakan.
3. Objektivitas
Sebuah tes hasil belajar dapat dikatakan sebagai tes hasil belajar yang objektif, apabila tes tersebut disusun dan dilaksnakan “menurut apa adanya”. Di tinjau dari segi isi atau materi tesnya, maka istilah “apa adanya” itu mengandung pengertian bahwa materi tes tersebut adalah diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan. Ditilik dari segi pemberian skor dan penentuan nilai hasil tesnya, maka istilah “apa adanya” itu terkandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor dan penentuan nilainya terhindar dari unsur-unsur subyektifitas yang melekat pada diri penyususn tes. 
4. Praktikabilitas (Practicability)
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
a. Mudah dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak atau yang sulit pengadaannya.
b. Mudah pemeriksaannya, artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya.
c. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.
5. Ekonomis. Yang dimaksud dengan ekonomis disini adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

0 comments:

Post a Comment