Sistem Full Day School
Dalam suatu sistem terdapat input, proses dan output. Lembaga pendidikan
sebagaiman organisasi yang lain disamping diawali dengan visi dan misi yang
jelas, pada umumnya memiliki keteraturan manajemen yang baik.
Sistem, yaitu keterpaduan antara input, proses dan output yang sangat
dibutuhkan oleh organisasi atau lembaga, karena mereka saling memiliki
keteraturan dan keterkaitan antara satu dengan yang lain.[1]
Dengan mengacu pada usaha tersebut dalam
meningkatkan input, proses dan output, maka diidentifikasikan dalam antara lain:
a.
Input, yang perlu ditingkatkan kualitasnya
adalah siswa yang memiliki perbedaan baik dalam segi kemampuan intelektual
maupun latar belakang sosial ekonominya untuk dikembangkan, dilatih dan dipersiapkan
menjadi tebaga yang professional.
b. Proses, yang perlu ditingkatkan kualitasnya adalah interaksi semua
komponen yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan dalam kaitan untuk mencapai tujuan. Yang termasuk kompoten yakni
kurikulum (isi atau materi), strategi pembelajaran, saran dan prasarana (media
pembelajaran). Untuk mencapai hasil yang maksimal dengan memberikan
inovasi-inovasi baru.
c. Output, yang dihasilkan dan diharapkan mempunyai kemampuan atau keahlian
baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, sehingga dapat mengembangkan
potensi-potensi yang dimilikinya untuk dapat hidup lebih baik.
Full day school berasal dari bahasa Inggris, full
artinya penuh, sedangkan day artinya hari.[2] Jadi full day
school berarti suatu proses pembelajaran yang dilaksanakan
di sekolah seharian penuh. Sedangkan sistem full
day school yang dimaksud adalah model lembaga pendidikan
yang memproses input (siswa) melalui proses pembelajaran yang maksimal baik
kurikulum, strategi pembelajaran dengan model PAKEM, CTL yang didukung saran
prasarana serta sumber daya manusia dengan pemenuhan kebutuhan peserta didik
yang disesuaikan dengan kondisi Madrasah dalam mencapai output (hasil)
pendidikan yang maksimal dengan sistem pendidikan dan pengajarannya dilakukan lebih
lama dibandingkan sekolah formal lainnya.
Sistem pembelajaran full day school merupakan
salah satu inovasi baru dalam sistem pembelajaran dalam mengembangakan
kreativitas yang mencakup integrasi dari kondisi tiga ranah, yaitu kognitif,
afektif dan psikomotorik. Format bermain diterapkan dalam sistem pembelajaran full day school dengan
tujuan agar proses belajar mengajar dilakukan dengan penuh kegembiraan,
sehingga guru menggunakan pembelajaran dengan model PAKEM (pembelajaran aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan) dan CTL.
Adapun proses pembelajaran sistem full day school antara
lain:
a. Proses pembelajaran yang berlangsung secara aktif, kreatif, transformatif
sekaligus intensif. Sistem persekolahan dan pola full day
school mengindikasikan proses pembelajaran yang
aktif dalam artian mengoptimalisasikan seluruh potensi untuk mencapai tujuan pembelajaran
secara optimal, sisi kreatif yakni sistem pembelajaran dengan sistem full day school terletak
pada optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana sekaligus sistem untuk mewujudkan
proses pembelajaran yang kondusuf bagi pengembangan segenap potensi siswa.
Adapun sisi trasformatif proses pembelajaran sistem full day school adalah
proses pembelajaran itu diabdikan untuk mengembangkan seluruh potensi kepribadiaan
siswa dengan lebih seimbang.
b. Proses pembelajaran selama seharian penuh untuk melaksankan proses
pembelajaran yang berlangsung aktif tidak dimaksudkan siswa belajar mengkaji,
menelaah dan berbagai aktifitas lainnya tanpa mengenal istirahat, jika demikian
yang terjadi maka proses tersebut bukanlah proses edukasi. Mereka membutuhkan
relaksasi, santai dan lepas dari rutinitas yang membosankan, maka yang dimaksud
adalah selama seharian penuh siswa melakukan aktivitas yang bermakna edukatif.[3]
Hasil sistem full day school dalam pendidikan
agama Islam diformat untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan intelligence quotient (IQ), emotional quotient (EQ), dan spiritual quotient (SQ) dengan
berbagai inovasi pendidikan yang efektif dan actual.[4]
Ketiga kecerdasan tersebut merupakan potensi
yang harus ditumbuh kembangkan
dalam artian manusia harus berusaha menemukan potensi dalam dirinya sebagai
upaya optimalisasi pembentukan kepribadian Islam.[5]
Tujuan Sistem Full
Day School
Adapun tujuan dilaksanakan sekolah dengan
sistem full day school di sejumlah lembaga pendidikan antara lain:
1. Sekolah yang hanya menggunakan half
day school (sekolah setengah hari) tidak mampu menjamin
kualitas lulusannya, sedikitnya waktu belajar di sekolah menjadi penyebabnya.
Sekolah juga tidak mampu mengontrol aktivitas murid-muridnya setelah selesai
waktu belajar, selain itu tidak membekali lulusannya dengan kecakapan individu
karena misinya yang utama adalah optimalisasi IQ anak dengan ukuran ujian
akhir.
2. Masyarakat di perkotaan semakin disibukkan oleh tuntutan biaya
hidup, maka para orang tua menjadi tidak sempat untuk mengawasi aktivitas anak-anaknya,
akibatnya banyak terjadi tindak kriminal yang dilakukan oleh anak-anak, malas
belajar, kecanduan game dan
kasus-kasus lainnya. Keberadaan full day
school sangat membantu dalam megatasi problemproblem
tersebut.
3. Aktivitas anak yang kurang produktif diarahkan menjadi lebih
produktif dengan menambah jam belajarnya lebih lama dari pada sekolah konvesional.
Anak-anak dididik, diatur dan difasilitasi oleh sekolah, sebagai contoh sekolah
yang berlabel Islam dengan model full day
school menanamkan nilai-nilai ritual keagamaan
dengan salat jama’ah setiap harinya, dengan adanya pembiasaan (reiforcement) akan timbul kesadaran
untuk salat berjamaah tanpa di perintah, selain itu banyak pula kegiatan prospektif
seperti pembelajaran bahasa asing dan aplikasi computer.[6]
Dengan diadakan sistem full day school dapat
memanfaatkan waktu dengan sebaiknya, maka dapat memacu siswa untuk lebih giat
belajar dan prestasi siswa akan meningkat sekaligus dapat menanamkan
nilai-nilai positif bagi mereka.
Keunggulan dan Kelemahan Sistem Full Day School
Sistem full day
school mempunyai sisi keunggulan antara lain:
1. Sistem full day school lebih memungkinkan terwujudnya pendidikan utuh.
Benyamin S. Blom menyatakan bahwa sasaran (obyectivitas) pendidikan meliputi
tiga bidang yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Karena melalui sistem
asrama dan pola full day school tendensi ke arah penguatan pada sisi kognitif saja dapat lebih
dihindarikan, dalam arti aspek afektif siswa dapat lebih diarahkan demikian
juga pada aspek psikomotoriknya.
2. Sistem full day school lebih memungkinkan terwujudnya intensivikasi dan efektivitas
proses edukasi.
Full day school dengan pola asrama yang tersentralisir dan sistem pengawasan 24
jam sangat memungkinkan bagi terwujudnya intensivikasi proses pendidikan dalam
arti siswa lebih mudah diarahkan dan dibentuk sesuai dengan misi dan orientasi
lembaga bersangkutan, sebab aktivitas siswa lebih mudah terpantau karena sejak awal
sudah diarahkan.
3. Sistem full day school merupakan lembaga yang terbukti efektif dalam mengaplikasikan
kemampuan siswa dalam segala hal, seperti aplikasi PAI yang mencakup semua
ranah baik kognitif, afektif maupun psikomotorik dan juga kemampuan bahasa
asing.[7]
Namun demikian juga sistem pembelajaran model
full day school ini tidak terlepas dari kelemahan atau kekurangan antara lain:
1. Sistem full day school acapkali menimbulkan rasa bosan pada siswa, maka sistem
pembelajaran dengan pola full day school membutuhkan kesiapan baik fisik, psikologis, maupun intelektual
yang bagus. Jadwal kegiatan pembelajaran yang padat dan penerapan sanksi yang
konsisten dalam batas tertentu akan meyebabkan siswa menjadi jenuh. Namun bagi
mereka yang telah siap, hal tersebut bukan suatu masalah, tetapi justru akan mendatangkan
keasyikan tersendiri, oleh karenanya kejelian dan improvisasi pengelolaan dalam
hal ini sangat dibutuhkan. Keahlian dalam merancang full day school sehingga
tidak membosankan.
2. Sistem full day school memerlukan perhatian dan kesungguhan manajemen bagi pengelola,
agar proses pembelajaran pada lembaga pendidikan yang berpola full day school berlangsung
optimal, sangat dibutuhkan perhatian dan curahan pemikiran terlebih dari
pengelolaannya, bahkan pengorbanan baik fisik, psikologis, material dan
lainnya.
3. Sistem full day school hanya menitik beratkan pada pengembangan intelektual quantient
(IQ), model pendidikan full day school tidak secara holistik mengembangkan IESQ anak didik karena banyak persoalan
yang pemecahannya tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual, tapi juga kecerdasan
emosi dan spiritual, untuk itu semua pihak sekolah yang mengembangkan sistem full day school harus
berupaya memberikan keseimbangan terhadap kecerdasan lainnya di luar kecerdasan
intelektual yang dibutuhkan anak didik dalam perkembangan menjadi seseorang
yang memiliki kepribadian yang utuh.[8]
Sistem full day
school dapat diwujudkan dengan adanya pihak sekolah harus
bisa berkerjasama dengan orang tua, sehingga menjadi tim yang saling melengkapi,
misalnya dalam mengasah kecerdasan emosional dan spiritual anak merupakan tanggungjawab orang tua, untuk
mengasah kecerdasan intelektual anak menjadi tanggungjawab sekolah karena
sekolah tentu yang lebih mampu.[9]
Dengan diterapkanya sistem full day school diharapkan
peserta didik dapat memperoleh:
a) Pendidikan umum yang antisipatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi;
b) Pendidikan keIslaman (al-Qur’an, Hukum Islam, Aqidah dan wawasan lain)
secara layak dan proposional;
c) Pendidikan kepribadian yang antisipatif terhadap perkembangan
sosial budaya yang ditandai dengan derasnya arus informasi dan globalisasi;
d) Potensi anak tersalurkan melalui kegiatan-kegiatan ekstra
kulikuler;
e) Perkembangan bakat, minat dan kecerdasan anak terantisipasi sejak
dini melalui pemantauan psikologis;
f) Pengaruh negatif kegiatan anak di luar sekolah dapat dikurangi seminimal
mungkin kerena waktu pendidikan anak di sekolah lebih lama, terencana dan
terarah;
Anak mendapatkan pelajaran dan bimbingan ibadah praktis (doa-doa keseharian,
sholat, mengaji al-Qur’an).[10]
[1]
Agus Eko Sujianto, Penerapan
Full day School Dalam Lembaga Pendidikan Islam. (Jurnal pendidikan. Ta’allim. Vol 28. No 2, Nopember 2005
Tulungagung ),. hlm. 200
[3] Nor Hasan, Full day School (Model Alternatif Pembelajaran bahasa
Asing). (Jurnal
pendidikan. Tadris. Vol
1. No 1, 2006 ), hlm. 110-111
[5]
Futiati Romlah. Profesionalisme Guru dan Pengaruhnya Terhadap
Hasil Belajar Siswa. (Jurnal Cendikia: Kependidikan dan Masyrakat . Vol.3 No 1. Januari-Juni, 2005), hlm. 76
[6] Nanang Syafi’udin. Menanamkan Nilai-Nilai spiritual Sejak Dini. (Jawa Pos dalam Prokon Aktivis,
Sabtu 17 Maret 2007), hlm.4
[7] Nor Hasan, Full day School (Model Alternatif Pembelajaran bahasa
Asing). (Jurnall Pendidikan.
Tadris. Vol 1. No 1, 2006 ), hlm. 114-115
[9]
Chistina Esti Susanti. Neraca Pendidikan Model Full Day School. (Jawa Pos dalam Prokon Aktivis,
Selasa 13 Maret 2007), hlm.4
[10]
Agus Eko Sujianto, Penerapan
Full day School Dalam Lembaga Pendidikan Islam. (Jurnal pendidikan. Ta’allim. Vol 28. No 2, Nopember 2005
Tulungagung ) hal: 204
0 comments:
Post a Comment