Metode Bermain Peran
a. Pengertian
Metode Bermain Peran
Metode bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar
yang tergolong dalam metode simulasi. Dawson mengemukakan bahwa simulasi merupakan
suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model
yang mereplikasi proses-proses perilaku.
Sedangkan menurut Ali mengemukakan
bahwa metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses
tingkah laku secara tiruan.
Pada dasarnya, bermain memiliki dua pengertian yang harus
dibedakan. Bermain menurut pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai
sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari “menangkalah”(play).
Sedangkan yang kedua disebut sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam
rangka mencari kesenanga dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian”menang-kalah”
(game). Dengan demikian, pada dasarnya setiap aktifitas bermain selalu
didasarkan pada perolehan kesenangan dan kepuasan. Sebab, fungsi utama bermain
adalah untuk relaksasi dan menyegarkan (refreshing) kondisi fisik dan
mental yang berada di ambang ketegangan.[1]
Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang
berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Dalam ilmu manajerial, ketidaksesuaian dalam
pengenalan peran ditunjukkan sebagai "role conflict" (konflik
peran) saran yang tidak konsisten, yang diberikan kepada seseorang oleh dirinya
sendiri atau orang lain. Role playing sebagai suatu metode mengajar merupakan tindakan
yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam
kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa
mengenali tokohnya.
Bermain peran memiliki empat macam arti, yaitu: (1) sesuatu yang
besifat sandiwara, dimana pemain memainkan peranan tertentu, sesuai dengan
lakon yang sudah ditulis, dan memainkannya untuk tujuan hiburan; (2) sesuatu
yang bersifat sosiologis, atau pola-pola perilaku yang ditentukan oleh
norma-norma sosial; (3) suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan dimana
seseorang berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku yang
berlawanan dengan apa yang sebenarnya diharapkan, dirasakan dan diinginkan; (4)
sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dimana individu memerankan situasi
yang imajinatif.[2]
b. Kelebihan
dan Kekurangan Metode Bermain Peran
Role playing bisa dipakai untuk murid segala usia.
Bila role play digunakan pada anak-anak, maka kerumitan situasi dalam peran
harus diminimalisir. Tetapi bila kita tetap memertahankan kesederhanaannya
karena rentang perhatian mereka terbatas, maka permainan peran juga bisa digunakan
dalam mengajar anak-anak prasekolah.
Kesalahan-kesalahan itu bisa menguji beberapa solusi untuk
masalah-masalah yang sangat nyata, dan penerapannya bisa segera dilakukan.
Permainan peran juga memenuhi beberapa prinsip yang sangat mendasar dalam
proses belajar mengajar, misalnya keterlibatan murid dan motivasi yang hakiki.
Suasana yang positif sering kali menyebabkan seseorang bisa melihat dirinya
sendiri seperti orang lain melihat dirinya.
Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan
emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas. Bila seorang guru yang terampil bisa dengan tepat
menggabungkan masalah yang dihadapi dengan kebutuhan dalam kelompok, maka kita
bisa mengharapkan penyelesaian dari masalah-masalah hidup yang realistis.
Permainan peran bisa pula menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam
kelas. Meskipun pada awalnya permainan peran itu tampak tidak menyenangkan, namun
ketika kelas mulai belajar saling percaya dan belajar berkomitmen dalam proses
belajar, maka "sharing" mengenai analisa seputar situasi yang dimainkan
akan membangun persahabatan yang tidak ditemui dalam metode mengajar monolog
seperti dalam pelajaran.
Walaupun metode ini banyak member keuntungan dalam penggunaannya namun
sebagaiman juga metode-metode mengajar lainnya metode ini mengandung beberapa
kelemahan diantaranya:
1) Jika
siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan
dengan sungguh-sumgguh.
2) Bermain
peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak
mendukung.
3) Bermain
peran tidak selamanya menujub pada arah yang diharapkan seseorang yang
memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang
diharapkannya.
4) Siswa
sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika
mereka tidak diarahkan atau ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan
baik apa yang akan diperankan.
5) Bermain
memakan waktu yang banyak.
6) Untuk
berjalan baiknya sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif,
imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga dapat bekerja sama dengan baik.[3]
c.
Langkah-Langkah Metode Bermain Peran
1) Guru
menyusun (menyiapkan) skenario yang akan ditampilkan.
2) Menunjuk
beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum
pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar..
3) Guru
membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang.
4) Memberikan
penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5) Memanggil
para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan.
6) Masing-masing
siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
7) Setelah
selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk
membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
8) Masing-masing
kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9) Guru
memberikan kesimpulan secara umum.
10) Evaluasi.
11) Penutup.[4]
d. Perencanaan
Penggunaan Metode Pembelajaran
a. Persiapan
untuk bermain peran
1) Memilih
permasalahan yang mengandung pandangan-pandangan yang berbedadan kemungkinan
pemecahannya.
2) Mengarahkan
siswa pada situasi dan masalah yang dihadapi.
b. Memilih
pemain
1) Pilih
secara sukarela, jangan dipaksa
2) Sebisa
mungkin pilih pemain yang dapat mengenali peran yang akan dibawakannya.
3) Hindari
pemain yang ditunjuk sendiri oleh siswa.
4) Pilih
beberapa pemain agar seseorang tidak memerankan dua peran sekaligus.
5) Setiap
kelompok pemain paling banyak 5 orang.
6) Hindari
siswa membawakan peran yang dekat dengan kehidupan sebenarnya.
c. Mempersiapkan
penonton
1) Harus
yakin bahwa pemirsa mengetahui keadaan dan tujuan bermain peran.
2) Arahkan
mereka bagaiman seharusnya mereka berperilaku.
d. Persiapan
para pemain
1) Biarkan
siswa mempersiapkannya dengan sedikit mungkin campur tangan guru.
2) Sebelum
bermain setiap pemain harus memahami betul apa yang harus dilakukan.
3) Permainan
harus lancar, dan sebaiknya ada kata pembukaan, tapi hindari melatih kembali
saat sudah siap bermain.
4) Siapkan
tempat dengan baik.
5) Kadang-kadang
“kelompok kecil bermain peran” merupakan cara yang baik untuk bermain peran.
e. Pelaksanaan
Metode Pembelajaran
a. Upayakan
agar singkat, lima menit sudah cukup, dan jika bermain sampai habis, jangan di
interupsi.
b. Biarkan
agar spontanitas jadi kunci
c. Jangan
menilai aktingnya, bahasanya ,dan lain-lain.
d. Biarkan
siswa bermain bebas dari angka dan tingkatan.
e. Jika
terjadi kemacetan, hal yang dapat dilakukan , misalnya:
1) Dibimbing
dengan pertanyaan
2) Mencari
orang lain untuk peran itu
3) Menghentikan
dan melangkah ke tindak lanjut
f. Jika
pemain tersesat, lakukan:
1) Rumuskan
kembali keadaan dan masalah
2) Simpulkan
apa yang sudah dilakukan
3) Hentikan
dan arahkan kembali
4) Mulai
kembali setelah ada penjelasan singkat
g. Jika
siswa mengganggu:
1) Tugasi
dengan peran khusus
2) Jangan
pedulikan dia
3) Jangan
bolehkan pemirsa mengganggu. Jika tidak setuju dengan cara temannya memerankan
beri ia kesempatan untuk memerankannya.[5]
f.
Penilaian Metode Pembelajaran
Pada penilaian proses pembelajaran kooperatif model role
playing dapat dilakukan dengan mengamati tingkah laku siswa selama proses
pembelajaran dan unjuk kerja. Selain penilaian proses, dalam pembelajaran
kooperatif model role playing ini juga terdapat penilaian hasil.
penilaian dilakukan dengan menggunakan alat berupa penugasan. Tugas yang
diberikan guru yaitu guru meminta siswa untuk membuat skenario pemeranan dengan
materi Respon untuk Panggilan Telepon Masuk.[6]
[1]
Andang
Ismail, 2006, Education Games; Menjadi Cerdas Dan Ceria Dengan Permainan
Edukatif, Yogyakarta: Pilar Media, hal. 15
[2]
Ahmad
Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 77
[3]
Abdul
Aziz Wahab, Metode dan Model Mengajar ; Ilmu Pengetahuan Sosial, Bandung:
Alfabeta, 2008, hlm. 109-110
[4]
Hanafiyah
dan Cucu Suhana, Konsep Srategi Pembelajaran, Bandung: Refika
Aditama,2009, hlm. 47-48
[6]
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/manajemen/article/view/388
(diakses tanggal 01 April 2010)
0 comments:
Post a Comment