Pages

Sunday, January 20, 2013

Metode Pembelajaran_Bermain Peran


Metode Bermain Peran

a.       Pengertian Metode Bermain Peran
Metode bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Dawson mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku.
Sedangkan menurut Ali mengemukakan bahwa metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan.
Pada dasarnya, bermain memiliki dua pengertian yang harus dibedakan. Bermain menurut pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari “menangkalah”(play). Sedangkan yang kedua disebut sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenanga dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian”menang-kalah” (game). Dengan demikian, pada dasarnya setiap aktifitas bermain selalu didasarkan pada perolehan kesenangan dan kepuasan. Sebab, fungsi utama bermain adalah untuk relaksasi dan menyegarkan (refreshing) kondisi fisik dan mental yang berada di ambang ketegangan.[1]
Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Dalam ilmu manajerial, ketidaksesuaian dalam pengenalan peran ditunjukkan sebagai "role conflict" (konflik peran) saran yang tidak konsisten, yang diberikan kepada seseorang oleh dirinya sendiri atau orang lain. Role playing sebagai suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa mengenali tokohnya.
Bermain peran memiliki empat macam arti, yaitu: (1) sesuatu yang besifat sandiwara, dimana pemain memainkan peranan tertentu, sesuai dengan lakon yang sudah ditulis, dan memainkannya untuk tujuan hiburan; (2) sesuatu yang bersifat sosiologis, atau pola-pola perilaku yang ditentukan oleh norma-norma sosial; (3) suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan dimana seseorang berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya diharapkan, dirasakan dan diinginkan; (4) sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dimana individu memerankan situasi yang imajinatif.[2]
b.       Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran
Role playing bisa dipakai untuk murid segala usia. Bila role play digunakan pada anak-anak, maka kerumitan situasi dalam peran harus diminimalisir. Tetapi bila kita tetap memertahankan kesederhanaannya karena rentang perhatian mereka terbatas, maka permainan peran juga bisa digunakan dalam mengajar anak-anak prasekolah.
Kesalahan-kesalahan itu bisa menguji beberapa solusi untuk masalah-masalah yang sangat nyata, dan penerapannya bisa segera dilakukan. Permainan peran juga memenuhi beberapa prinsip yang sangat mendasar dalam proses belajar mengajar, misalnya keterlibatan murid dan motivasi yang hakiki. Suasana yang positif sering kali menyebabkan seseorang bisa melihat dirinya sendiri seperti orang lain melihat dirinya.
Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas. Bila  seorang guru yang terampil bisa dengan tepat menggabungkan masalah yang dihadapi dengan kebutuhan dalam kelompok, maka kita bisa mengharapkan penyelesaian dari masalah-masalah hidup yang realistis.
Permainan peran bisa pula menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam kelas. Meskipun pada awalnya permainan peran itu tampak tidak menyenangkan, namun ketika kelas mulai belajar saling percaya dan belajar berkomitmen dalam proses belajar, maka "sharing" mengenai analisa seputar situasi yang dimainkan akan membangun persahabatan yang tidak ditemui dalam metode mengajar monolog seperti dalam pelajaran.
Walaupun metode ini banyak member keuntungan dalam penggunaannya namun sebagaiman juga metode-metode mengajar lainnya metode ini mengandung beberapa kelemahan diantaranya:
1)     Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan dengan sungguh-sumgguh.
2)     Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.
3)     Bermain peran tidak selamanya menujub pada arah yang diharapkan seseorang yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkannya.
4)     Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan diperankan.
5)     Bermain memakan waktu yang banyak.
6)     Untuk berjalan baiknya sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka, saling mengenal sehingga dapat bekerja sama dengan baik.[3]
c.        Langkah-Langkah Metode Bermain Peran
1)     Guru menyusun (menyiapkan) skenario yang akan ditampilkan.
2)     Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar..
3)     Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang.
4)     Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5)     Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
6)     Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
7)     Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
8)     Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9)     Guru memberikan kesimpulan secara umum.
10) Evaluasi.
11) Penutup.[4]
d.       Perencanaan Penggunaan Metode Pembelajaran
a.      Persiapan untuk bermain peran
1)     Memilih permasalahan yang mengandung pandangan-pandangan yang berbedadan kemungkinan pemecahannya.
2)     Mengarahkan siswa pada situasi dan masalah yang dihadapi.
b.     Memilih pemain
1)     Pilih secara sukarela, jangan dipaksa
2)     Sebisa mungkin pilih pemain yang dapat mengenali peran yang akan dibawakannya.
3)     Hindari pemain yang ditunjuk sendiri oleh siswa.
4)     Pilih beberapa pemain agar seseorang tidak memerankan dua peran sekaligus.
5)     Setiap kelompok pemain paling banyak 5 orang.
6)     Hindari siswa membawakan peran yang dekat dengan kehidupan sebenarnya.
c.      Mempersiapkan penonton
1)     Harus yakin bahwa pemirsa mengetahui keadaan dan tujuan bermain peran.
2)     Arahkan mereka bagaiman seharusnya mereka berperilaku.
d.     Persiapan para pemain
1)     Biarkan siswa mempersiapkannya dengan sedikit mungkin campur tangan guru.
2)     Sebelum bermain setiap pemain harus memahami betul apa yang harus dilakukan.
3)     Permainan harus lancar, dan sebaiknya ada kata pembukaan, tapi hindari melatih kembali saat sudah siap bermain.
4)     Siapkan tempat dengan baik.
5)     Kadang-kadang “kelompok kecil bermain peran” merupakan cara yang baik untuk bermain peran.
e.       Pelaksanaan Metode Pembelajaran
a.      Upayakan agar singkat, lima menit sudah cukup, dan jika bermain sampai habis, jangan di interupsi.
b.     Biarkan agar spontanitas jadi kunci
c.      Jangan menilai aktingnya, bahasanya ,dan lain-lain.
d.     Biarkan siswa bermain bebas dari angka dan tingkatan.
e.      Jika terjadi kemacetan, hal yang dapat dilakukan , misalnya:
1)     Dibimbing dengan pertanyaan
2)     Mencari orang lain untuk peran itu
3)     Menghentikan dan melangkah ke tindak lanjut
f.      Jika pemain tersesat, lakukan:
1)     Rumuskan kembali keadaan dan masalah
2)     Simpulkan apa yang sudah dilakukan
3)     Hentikan dan arahkan kembali
4)     Mulai kembali setelah ada penjelasan singkat
g.     Jika siswa mengganggu:
1)     Tugasi dengan peran khusus
2)     Jangan pedulikan dia
3)     Jangan bolehkan pemirsa mengganggu. Jika tidak setuju dengan cara temannya memerankan beri ia kesempatan untuk memerankannya.[5]
f.        Penilaian Metode Pembelajaran
Pada penilaian proses pembelajaran kooperatif model role playing dapat dilakukan dengan mengamati tingkah laku siswa selama proses pembelajaran dan unjuk kerja. Selain penilaian proses, dalam pembelajaran kooperatif model role playing ini juga terdapat penilaian hasil. penilaian dilakukan dengan menggunakan alat berupa penugasan. Tugas yang diberikan guru yaitu guru meminta siswa untuk membuat skenario pemeranan dengan materi Respon untuk Panggilan Telepon Masuk.[6]



[1] Andang Ismail, 2006, Education Games; Menjadi Cerdas Dan Ceria Dengan Permainan Edukatif, Yogyakarta: Pilar Media, hal. 15
[2] Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 77
[3] Abdul Aziz Wahab, Metode dan Model Mengajar ; Ilmu Pengetahuan Sosial, Bandung: Alfabeta, 2008, hlm. 109-110
[4] Hanafiyah dan Cucu Suhana, Konsep Srategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama,2009, hlm. 47-48
[5] Op.Cit. hlm. 112-114
[6] http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/manajemen/article/view/388 (diakses tanggal 01 April 2010)

0 comments:

Post a Comment