Pages

Saturday, January 19, 2013

Kajian PKn


1.       Pancasila Sebagai Landasan Ideal
a.       Sejarah Lahirnya Pancasila
Ideologi dan dasar negara kita adalah pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila kelima sila itu adalah:
1)     Ketuhanan yang maha esa
2)     Kemanusiaan yang adil dan beradap
3)     Persatuan Indonesia
4)     Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)     Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Sebelum tanggal 17 agustus 1945 Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain seperti portugis, Inggris, Belanda, Jepang. Paling lama menjajah adalah Belanda. Sebelum kedatangan bangsa asing, indonesia terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.
Pejuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan. Penjajah Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatbya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia di duduki oleh tentara Jepang.
Mulai tahun 1945, tentara jepang kalah oleh sekutu. Untuk menarik simpati, jepang memberikan janji kemerdekaan janji ini diucapkan oleh perdana menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Karena keadaan jepang terus menerus mendesak, maka pada tanggal 39 april 1945 jepang memberikan janji kemerdekaan bangsa indonesia yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam maklumat Gunseikan (pembesar tertinggin sipil dari pemerintah militer jaepang di jawa dan madura) no 23. Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentkan BPUPKI. Tugas badan ini adalh menyelidiki dan mengumpulkan usul-uslu untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintahan Jepang untuk dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia. Anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945-1 Juni 1945.
Pada sidang pertama banyak orang yang berbicara dua diantarany Muhammad yamin dan Bung kiarno yang masing-masin g mengusulkan caloin dasr negara.Muhammad yamin mengajukan usul secara lisan dan tertulis. Contoh srcara lisan:
1)     Peri kebangsaan
2)     Peri kemanusiaan
3)     Peri ketuhanan
4)     Peri kerakyatan
5)     Kesejahteraan
Contoh secara tertulis:
1)     Ketuhanan yang maha esa.
2)     Persatuan Indonesia.
3)     Rasa kemanusiaan yang adil dan beradap
4)     Kerakyatn yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
5)     Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bung karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas Lima hal yaitu:
1)     Nasionalisme
2)     Internasionalisme
3)     Mufakat/demokrasi
4)     Kesejahteraan sosial
5)     Ketuhanan yang berkebudayaan
Kelima hal ini oleh bung Karno diberi nama pancasila. Kelima sila tersebut dapt dipers menjadi Trisila yaitu:
1)     Sosionasionalisme
2)     Sosiodemokrasi
3)     Ketuhanan
Selesai sidang pertama pada 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk panitai kecil tugasnya adlah menampung usul-usul yang masuk dan memriksa serta melaporkan kepadasidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil terdiri dari 8 orang yaitu:
1)     Ir. Sukarno
2)     Ki bagus Hadi Kusumo
3)     KH Wahid Hasyim
4)     Mr. Muh Yamin
5)     M. Sutardjo Kartohadi Kusumo
6)     Mr. A.A Maramis
7)     R. Otto Iskandar Dinata
8)     Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara panitia kecil, dengan para panitia kecil dengan para anggota BPUPKI yang berdomisil di Jakarta.Hasil yang dicapai antara lain disetujinya dibentuk sebuah panitia kecil penyelidik usul-usul perumus dasar negara, yang terdiri atas sembilan orang.
Panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang itu pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon mukadimah hukum dasar atau dikenal “piagam Jakarta”
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1946, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan hukum dasar.Pada tanggal 9 agustus dibentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI).Pada tanggal 15 Agustus 1945 jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, dan sejak itu Indonesia kosong dari kekuasaan.Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus.Sehari setelah proklamasi kemerdekaan mengadakan sidang.
Bung hatta mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus sore hari ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea ke empat preambul, dibelakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasiakan. Usul ini oleh Muh Hatta disampaikan kepada tokoh-tokoh islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan mrngingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh Islam merelazkan dicoretnya kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “ketuhanan yang maha esa”.
b.       Pandangan Pancasila sebagai Pandangan Hidup dan Hubungannya sebagai umat Islam
Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia memilik hubungan yang sangat erat.Karena, pada dasarnya butir-butir yang ada didalamnya merupakan butir-butir yang terdapat dalam kandungan ajaran Islam.
Selain itu politik syariat Islam yang telah dilaksanakan pada masa lampau boleh jadi hingga kini masih berkutat pada politik interpretasi ideologi (teologis). Berdakwah politis untuk mencapai satu shariat Islam sepertinya jauh dari pada kenyataan, dan ini akan berakibat fatal karena nafsu syahwat kekuasaan politik lebih dominan dan menarik daripada niat untuk membangun kehidupan yang rahmatan lil alamin dalam satu bangsa dan negara. 
Umat Islam dan umat agama lainnya di Indonesia dalam kebangsaan yang tunggal ini sebenarnya lebih memungkinkan untuk bekerjasama dalam membangun bangsa, lepas dari keterpurukkan ekonomi maupun sosial, dan filsafat Pancasila disini bisa menjadi kalimat al sawaa untuk semua golongan. Hal inilah yang sebenarnya menjadi ‘kesepakatan’ bersama dalam rekap laporan Komisi I Konstituante Tentang Dasar Negara 1957. 
Nilai dan falsafah Pancasila bagi dasar negara Indonesia tidak diragukan lagi ada di setiap agama yang menjunjung keadilan dan kemanusiaan. Sesuatu dasar neagra yang memuat semua hal yang merupakan kepribadian luhur bangsa Indonesia, dijiwai semangat revolusi 17 Agustus 1945 yang menjamin hak asasi manusia dan menjamin berlakunya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yang menjadikan musyawarah sebagai dasar segala perundingan dan penyelesaian mengenai segala persoalan kenegaraan, menjamin kebebasan beragama dan beribadat dan berisikan sendi-sendi perikemanusiaan dan kebangsaan yang luas.
c.        Bagaimanakah pelaksanaan Pancasila dalam Sistem Pendidikan Nasional kita
Pada hakikatnya pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah memiliki tujuan agar siswa mampu mengaplikasikan butir-butir yang terdapat dalam Pancasila.Namun, pada pelaksanaannya masih belum maksimal dapat difahami oleh siswa. Hal itu disebabkan karena apa yang menjadi tujuan pemerintah tersebut tidak dibarengi dengan perangkat dan media agar pendidik dapat menyampaikannya secara maksimal.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa siswa Sekolah Dasar/MI adalah cikal bakal para pemimpin bangsa. Yang pasti akan menjadi harapan bangsa dalam menjalankan Pancasila dalam kegiatan sehari-harinya baik itu di dunia pendidikan, di sekolah, di masyarakat. Selanjutnya, mereka sudah pasti menjadi pemimpin-pemimpin di Negara ini.Maka hal yang harus diperhatikan adalah sejauh mana kecintaannya terhadap bangsa dan Negara ini.
2.       Masyarakat Madani(civil society)
a.     Pengertian Masyarakat Madani (civil society)
Dawam Rahardjo (dalam A. Ubaedillah, 2010:177) mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Dalam masyarakat madani warga Negara bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non Negara.Dasar utamanya adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Istilah yang dirumuskan Dawam Rahardjo dirumuskan beberapa macam:
1.     Indonesia:
a.      Masyarakat Sipil (Mansour Fakih);
b.     Masyarakat Warga (Soetandyo Wignjosubroto);
c.      Masyarakat Kewargaan (Frans Magnis Suseno dan M. Ryaas Rasyid);
d.     Masyarakat  Madani  (Anwar  Ibrahim,  Nurcholish  Madjid,  Dawam  Rahardjo, Azyumardi Azra);
e.      Civil Society, tidak diterjemahkan (A.S. Hikam).
2.     Asing:
a.      Koinonia Politike (Aristoteles);
b.     Societas Civilis (Cicero);
c.      Comonitas Civilis, Comonitas Politica, Societe Civile (Tocquiville);
d.     Burgerlishe Gesellschaft (F. Hegerl);
e.      Civil Society (Adam Ferguson);
f.      Civitas Etat.
Adapun menurut Nurcholish Madjid, makna masyarakat madani berasal dari kata civility, yang mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima pelbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.
b.     Pilar-pilar Masyarakat Madani (civil society)
Dari gambaran masyarakat madani yang dibangun Rasulullah, sesuatu yang patut digali ialah pilar-pilar yang menyebabkan masyarakat seperti itu dapat terbentuk. Ada beberapa pilar yang mungkin dapat dikemukakan disini:
1)     Mengedepankan kesadaran kemanusiaan (Humanisme)
Yang mula-mula dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan atau tindakan adalah bahwa semuanya manusia. Hanya “manusia” yang diciptakan oleh Allah dan dimuliakannya, dan dinafikan dari hal-hal yang menyebabkan masing-masingnya berbeda, baik karena sifat-sifat bawaan khilqiyyah (seperti warna kulit, etnis, dst), maupun karena hal-hal khuluqiyyah, yang datang kemudian (seperti budaya, tabiat, pendapat, fikiran, dan keyakinan, serta agama). Dengan itu, maka dalam mengambil tindakan, atau pergaulan, dipisahkan antara manusia dan sifat-sifatnya yang ada, dengan fokus perhatian pada “manusia” atau “kemanusiaan”nya, melampaui batas-batas perbedaan apapun yang ada, termasuk perbedaan fikiran, keyakinan, dan agama.
2)     Mengedapankan inisiatif diri (Ibda’ bi nafsik)
Sikap introspeksi dalam melihat kekurangan dan mengambil inisiatif dalam mempersembahkan kebaikan dan keunggulan telah jidikan patokan dalam mengambil kebijakan. Dengan demikian dalam setiap kebijakan yang diambil jauh dari “nafsu” menghakimi, menghukum, apalagi mendendam (orang lain) dan berangkat dari “semangat” memaklumi (tasaamuch), menolong (taraahum), melayani (tawaadu’), dan memberdayakan (ihyaa), dengan menjadikan dirinya sebagai teladan.
3)     Mengedepankan perspektif Masa Depan (Wal Aachiratu Khairun)
Kesadaran akan “proses” dikembangkan secara positif. Dengan demikian segala sesuatu difikirkan secara matang, hati-hati dan teliti, dan menyadari segala sesuatunya tidak akan terjadi serta merta (kun fayakun). Dengan demikian, maka keinginan, cita-cita, harapan tidak dipaksakan mendadak, namun dengan positif diusahakan dan diyakini keberhasilannya dii masa yang akan datang, bahkan melampaui titik akhir kehidupannya, sampai akhirat. Sikap ini telah dapat menghindari dari banyak tindakan ad hoc dan pemenuhan kepentingan sesaat.
4)     Mengedepankan peraihan penghargaan Allah (Thalab Mardlaatillah)
Disadari betul keterbatasan-keterbatasan manusia, maka yang diupayakan adalah keridlaan Allah semata.Dengan itu, maka setiap kebijakan dan tindakannya tidak mengatasnamakan siapa-siapa, tidak mewakili kepentingan siapa-siapa, dan bukan dalam rangka apa-apa, kecuali memohonkan hidayah dan ridlanya. Dengan sikap seperti ini, berarti menghindar dari kebijakan dan tindakan yang merugikan seseorang, atau suatu kelompok dengan keuntungan orang atau kelompok yang lain.
Pilar-pilar itulah yang telah ditemukan dalam kehidupan masyarakat madani di masa Rasulullah, sehingga kehidupan agama dari masing-masing pemeluk mengalir apa adanya dan justru implementasi “keislamam” Rasulullah yang demikian itu, telah mengalirkan kehidupan beragama kearah yang dikehendaki dan diharapkan Islam, hingga melahirkan peradaban yang mencerahkan.


c.      Pandangan tentang Cerminan Indonesia sebagai Masyarakat Madani(civil society)
Dalam memasuki milenium III, tuntutan masyarakat madani di dalam negeri oleh kaum reformis yang anti status quo menjadi semakin besar. Masyarakat madani yang diharapkan adalah masyarakat yang lebih terbuka, pluralistik, dan desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar, jujur, adil, mandiri, harmonis, memihak yang lemah, menjamin kebebasan beragama, berbicara, berserikat dan berekspresi, menjamin hak kepemilikan dan menghormati hak-hak asasi manusia.




0 comments:

Post a Comment