Pages

Sunday, January 20, 2013

Metode Pembelajaran-AUDIO-LINGUAL


METODE AUDIO-LINGUAL

1.       Pengertian Metode Audio-Lingual
Pada dasarnya metode Audio-Lingual hampir sama dengan metode lainnya. Adapun metode yang muncul sebelum metode ini adalah metode Direct (Direct Method). The Audio-Lingual method is the method which focuses in repetition some words to memorize.[1] Audio-Lingual method is a method which use drills and pattern practice in teaching language.[2] Adapun Jill Kerper Mora dari San Diego University menyebutkan:


"This method26 is based on the principles of behavior psychology. It adapted many of the principles and procedures of the Direct Method, in part as a reaction to the lack of speaking skills of the Reading Approach"[3]

Metode Audio-Lingual ini merupakan sebuah metode yang pelaksanaannya terfokus pada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan. Adapun dalam praktiknya siswa diajak belajar (dalam hal ini bahasa Inggris secara langsung) tanpa harus mendatangkan native language.[4]
Dasar dan prosedur pengajaran dalam metode ini juga banyak diambil dari metode yang telah ada sebelumnya yaitu metode langsung (Direct Method). Selain itu, tujuan Audio-Lingual pun juga tidak berbeda dengan Direct Method yaitu untuk menciptakan kompetensi komunikatif dalam diri siswa.
Sebagaimana diketahui, pengucapan (pronunciation), susunan serta aspekaspek lain antara bahasa asing dan bahasa ibu sangatlah berbeda. Oleh karenanya, dalam pembelajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris) para siswa diharuskan mengucapkan dan atau membaca berulang-ulang kata demi kata yang diberikan oleh guru agar sebisa mungkin tidak terpengaruh dengan bahasa ibu.
Pengulangan-pengulangan yang dilakukan lama-kelamaan akan menjadi sebuah kebiasaan (habit). Begitu juga dalam hal melafalkan kata-kata bahasa asing (bahasa Inggris), jika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan, siswa akan secara otomatis dan refleks dapat melakukannya. Sehingga dalam pelaksanaannya, agar usaha tersebut dapat berjalan lancar maka diperlukan memerlukan keseriusan baik dari guru maupun siswa.

2.       Sejarah Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual merupakan sebuah metode yang sudah berkembang selama Perang Dunia II berlangsung.[5] Keikutsertaan Amerika dalam perang dunia II telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengajaran bahasa Inggris di negara tersebut. Untuk membekali pemerintah Amerika dengan personel yang fasih berbahasa Jerman, Prancis, Italia, China, Jepang, Melayu dan bahasa lainnya penerjemah, asisten code-room, dan pengalih bahasa dibutuhkan sebuah training khusus program bahasa. Pemerintah menugaskan universitas-universitas di Amerika untuk mengembangkan bahasa asing bagi personel militer Amerika. Demikian hingga akhirnya Army Specialized Training Program (ASTP) didirikan pada tahun 1942. pada awal tahun 1943 sebanyak 55 universitas terlibat dalam program ini.[6]
Metode yang juga dikenal sebagai Army method ini berkembang sebagi reaksi terhadap metode Grammar-Translation dalam pengajaran bahasa asing. Metode Grammar-Translation ini sebelumnya telah dipakai selama seribu tahun, tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama bagi pembelajar untuk dapat berbicara dengan bahasa asing yang ditargetkan. Kira-kira sejak 1947-1967 pendekatan Audio-Lingual telah menjadi metode pengajaran bahasa asing yang dominan di Amerika. Dengan metode yang lebih inovatif, metode Audio-Lingual ini mampu mencapai kompetensi komunikatif lebih cepat. Teori ini berdasar pada teori behavioristik yang dikembangkan Skinner.[7]
Sebagaimana diketahui bahwa kaum behavioris yakin bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah masalah pembisaaan dan pembentukan kebisaaan. Dengan pola pikir bahwa dalam proses pembelajaran yang penting adalah stimulus dan respons dan adanya penguatan. Oleh sebab itu, dalam dunia pembelajaran bahasa teori itu melahirkan pendekatan Audio-Lingual yang banyak memberikan pengulangan. Mereka yakin jika belajar bahasa itu dilakukan dengan pengulangan, maka kompetensi berbahasa itu akan dapat diperoleh.
Aliran behaviorisme menjelaskan pengertian tingkah laku melalui aksi dan reaksi atau yang biasa kita kenal dengan istilah stimulus dan response; stimulus yang berbeda menghasilkan responsi yang berbeda pula. Adapun hubungan antara stimulus tertentu dengan responsi tertentu disebut kebiasaan atau habit.
Watson, seorang tokoh aliran psikologi behaviorisme klasik pernah mengemukakan bahwasanya stimulus dapat mendatangkan responsi, maka dapat disimpulkan jika stimulus terjadi secara tetap maka responsi pun terlatih dan diarahkan tetap akhirnya dapat terjadi secara bersifat otomatis.
Dalam metode Audio-Lingual yang didasarkan pada teori behavioristik yang digunakan dalam penelitian ini, peran guru sangat dominan karena gurulah yang memilih bentuk stimulus, memberikan punishment dan reward, memberikan penguatan dan menentukan jenisnya, dan guru juga yang memilih materi, dan cara mengajarkannya.

3.       Teknik Pengajaran yang Digunakan dalam Metode Audio-Lingual
Teknik pengajaran yang digunakan dalam metode Audio-Lingual adalah sebagai berikut:[8]
a.     Menghafal Dialog (Dialog Memorization)
Dalam teknik ini siswa menghafalkan dialog atau percakapan pendek antara dua orang pada awal pelajaran. Dalam praktiknya siswa memerankan satu orang peran dalam dialog, sedangkan guru memerankan tokoh pasangannya. Setelah siswa belajar percakapan atau dialog dari satu tokoh, guru dan siswa berganti peran. Kemudian siswa menghafalkan dialog baru. Cara lainnya yang bisa digunakan adalah dengan membagi siswa menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok memerankan satu peran dan menghafalkan dialog tersebut. Setelah masing-masing kelompok mampu menghafalkan dialog, mereka diminta untuk untuk berganti peran. Setelah seluruh siswa hafal dialog, guru meminta siswa untuk mempraktikkan dialog secara berpasangan di depan kelas.
b.     Backward Bulld-up (Expansion) Drill
Drill digunakan ketika siswa mengalami kesulitan dalam menghafalkan dialog panjang. Caranya adalah guru membagi dialog panjang menjadi beberapa potong bagian. Guru pertmama kali memberikan contoh kemudian siswa menirukan bagian kalimat (bisaanya pada frasa akhir).
Contoh:
Guru    : It is a beautiful scenery
Guru    : It is a beautiful ………
Siswa   : It is a beautiful scenery
c.      Repetition Drill
Siswa diminta untuk menirukan guru seakurat dan secepat mungkin.
Contoh:
Guru    : This is the seventh month
Siswa   : This is the seventh month
d.     Chain Drill
Drill ini dilakukan dengan cara meminta siswa untuk duduk melingkar di dalam ruangan, kemudian satu persatu siswa bertanya dan menjawab pertanyaan. Guru memulai drill ini dengan dengan menyapa atau bertanya pada salah satu siswa. Kemudian siswa tersebut menjawab pertanyaan tadi, kemudian ia bertanya pada teman di sampingnya. Siswa yang ditanya tadi kemudian menjawab dan bertanya lagi kepada teman di sampingnya, begitu seterusnya.
e.     Single Slot Subtitution
Guru membaca satu baris dari dialog, kemudian siswa mengucapkan satu kata atau kelompok kata. Siswa diminta untuk menirukan dengan cara memasukkan kata atau kelompok kata tersebut secara tepat ke dalam bait dialog tadi.
Contoh:
Guru    : I know Him. (Hardly)
Siswa   : I hardly know him
f.      Multiple Slot Subtitution Drill
Drill ini sama dengan drill single slot substitution, tapi lebih luas. Tidak hanya satu bait dialog, akan tetapi satu dialog penuh.
g.     Transformational Drill
Guru memberi siswa kalimat, kemudian siswa diminta untuk merubah kalimat tersebut menjadi bentuk yang berbeda seperti: interrogatif, negatif, positif, pasif, imperative dan sebagainya.
h.     Question and Answer Drill
Drill model ini melatih siswa menajwab pertanyaan dengan tepat.
i.       Use Minimal Pairs
Guru menggunakan pasangan kata yang berbeda satu bunyi, misal: ship dan sheep. Siswa diminta untuk menemukan perbedaan dua kata tersebut, kemudian berlatih untuk mengucapkan kata tersebut dengan benar.
j.      Complete the Dialog
Beberapa kata dalam sebuah dialog dihapus, kemudian siswa diminta untuk melengkapi dialog tersebut
k.     Grammar Game
Game ini mirip dengan game supermarket alphabet, didesain untuk melatih grammar siswa dalam suatu konteks. Dengan begitu siswa bias mengekspresikan dirinya sendiri, walaupun dalam porsi yang terbatas.
Dari berbagai teknik yang disebutkan di atas dapat disimpulkan dalam pelaksanaan metode Audio-Lingual seorang guru akan memberi contoh tentang model yang benar, dalam hal ini melafalkan (pronounce) dan bagaimana melafalkan (how to pronounce) sebuah kalimat dan siswa harus menirukan. Kemudian dalam kesempatan lain guru akan melanjutkan dengan mengenalkan kata-kata baru dengan struktur kata yang sama. Pokok dari metode ini dan kaitannya dengan pembelajaran pronunciation adalah bagaimana melatih siswa untuk terus berlatih melafalkan dengan benar sampai mereka dapat melakukannya secara spontan. Oleh karena itu seperti telah dijelaskan di awal, siswa hanya diberi kosakata secukupnya (khususnya yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari) agar pelaksanaan metode ini dapat berjalan dengan lancar.
4.       Penerapan Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual sangat mengutamakan drill. Metode ini muncul karena terlalu lamanya waktu yang ditempuh dalam bahasa dan target. Padahal,untuk kepentingan tertentu, perlu penguasaan bahasa dengan cepat misalnya perang, kunjungan dan seterusnya. Dalam Audio-Lingual yang berdasarkan pendekatan struktural itu, bahasa yang diajarkan dicurahkan pada lafal kata dan pelatihan berkali-kali secara intensif pada pola-pola kalimat. Guru dapat memaksa siswa untuk mengulang sampai tanpa kesalahan.
a.     Langkah-langkah Pembelajaran dalam Metode Audio-Lingual
Di dalam metode Audio-Lingual terdapat beberapa langkah yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah tersebut antara lain adalah:
Adapun langkah-langkah yang bisaa dilakukan adalah:
a)     Penyajian teks dialog atau teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang dan siswa menyimak tanpa melihat teks yang dibaca.
b)     Peniruan dan penghafalan teks itu secara serentak dan siswa menghafalkannya.
c)     Penyajian kalimat dilatih dengan pengulangan.
d)     Dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan kemudian siswa memperagakan di depan kelas.
e)     Pembentukan kalimat lain yang sesuai dengan yang dilatihkan.[9]

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya metode ini memberikan perhatian utama kepada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan, dan pada sisi lain lebih mengutamakan bentuk luar bahasa (pola, struktur, kaidah) dari pada kandungan isinya, dan mengutamakan kesahihan dan akurasi dari kemampuan siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi.
Penerapan metode ini hampir sama dengan penerapan pengajaran bahasa pertama pada anak-anak, anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui peniruan. Peniruan itu biasanya diikuti oleh pujian atau perbaikan. Melalui kegiatan itulah anak-anak mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur, pola kebiasaan bahasa ibunya. Maka hal yang sama juga dapat diberlakukan dalam pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Melalui cara peniruan dan penguatan, para siswa mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan responsi yang merupakan kebiasaan dalam berbahasa kedua atau bahasa asing.
b.     Evaluasi Metode Audio-Lingual
Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwasanya penelitian ini dikhususkan pada pembahasan penggunaan metode Audio-Lingual dalam pembelajaran pronunciation. Adapun dalam metode Audio-Lingual sendiri tidak disebutkan secara jelas tentang evaluasinya. Satu hal yang dikemukakan adalah jika diselenggarakan tes maka masing-masing pertanyaan akan difokuskan pada point apa yang dipelajari pada saat itu[10] (adapun dalam hal ini adalah pronunciation).
Dalam penelitian ini peneliti memberikan oral test untuk mengukur peningkatan pronunciation siswa. Selain itu, karena penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peningakatan pronunciation siswa maka peneliti akan melakukan penilaian pada kemampuan untuk melafalkan (skill to pronounce). Adapaun hal-hal yang dinilai meliputi sounds (mendiskriminasikan bunyi), ritme dan penekanan (rythm and word stress), intonasi (intonation) dan kelancaran (fluency).
5.       Kelebihan dan Kekurangan Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual memiliki kelebihan dan juga memiliki kekurangan di sisi lainnya. Adapun kelebihan dari metode ini antara lain adalah:[11]
a.      Audio-Lingual mungkin merupakan teori pengajaran bahasa pertama yang secara terbuka mengklaim terbentuk dari gabungan linguistik dan psikologi.
b.     Metode Audio-Lingual mencoba membuat pembelajaran bahasa menjadi lebih mudah diakses oleh pembelajar dalam jumlah besar (kelas besar). Hal tersebut menyebabkan partisipasi pembelajar melalui teknik drill dapat dimaksimalkan.
c.      Secara positif drill dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan oralnya.
d.     Teknik pengajaran dalam metode Audio-Lingual dengan menggunakan tape recording dan laboratorium bahasa menawarkan latihan kecakapan berbicara dan mendengar yang merupakan hal paling penting dalam pembelajaran bahasa. Pola-pola drill memberikan siswa lebih banyak latihan.
e.      Metode Audio-Lingual mengembangkan kemampuan berbahasa ke dalam "peralatan pedagogig" yaitu mendengar (menyimak), membaca dan menulis. Metode Audio-Lingual secara spesifik memperkenalkan desain teknik pendengaran (listening) dan latihan oral (speaking). Hal tersebut menunjukkan kesuksesan dalam mengembangkan pemahaman aural (listening) dan kelancaran berbicara (speaking).

Sedangkan kekurangan dalam metode Audio-Lingual antara lain adalah:
a.      Teknik yang digunakan dalam metode Audio-Lingual seperti drill, penghafalan, dan lain sebagainya mungkin bisa membuat bahasa menjadi sebuah kelakuan (kebisaaan), tetapi hal tersebut tidak menghaslikan kompetensi yang diharapkan.
b.     Dengan metode Audio-Lingual mungkin guru akan mengeluhkan tentang banyaknya waktu yang dibutuhkan (lama), dan para siswa akan mengeluh tentang kebosanan yang disebabkan oleh pola drill yang terus-menerus digunakan.
c.      Peran dan keaktifan guru merupakan hal yang penting dalam metode Audio-Lingual, jadi guru lebih banyak mendominasi kelas.[12]
 Adapun menurut Roestiyah kelemahan suatu metode atau teknik pembelajaran yang menggunakan drill adalah sebagai berikut:
a.      Sering terjadi cara-cara atau gerak yang tidak dapat berubah, karena merupakan cara yang telah dibakukan, maka hal tersebut dapat menghambat bakat dan inisiatif siswa.
b.     Para siswa tidak boleh menggunakan cara lain atau cara menurut pikirannya sendiri.
c.      Keterampilan yang diperoleh siswa umumnya juga menetap/paati, yang akan merupakan kebiasaan kaku/keterampilan yang salah.
d.     Suatu latihan yang dijalankan dengan cara tertentu yang telah dianggap baik dan tepat; sehingga tidak boleh diubah; mengakibatkan keterampilan yang diperoleh siswa umumnya juga menetap/pasti, yang akan merupakan kebiasaan yang kaku; atau keterampilan yang salah.

Sehingga, jika situasi berubah siswa akan sukar sekali menyesuaikan diri atau tidak bisa mengubah caranya latihan untuk mengatasi keadaan yang lain itu.[13]
Masih menurut Roestiyah, agar latihan tersebut dapat berhasil, instruktur perlu memilki cara/teknik lain yang menunjang teknik latihan tersebut, sehingga kelemahannya bisa disempurnakan/dilengkapi dengan teknik lain.[14]



[1] Diane Larsen and Freeman, Techniques and Principles in Language Teaching, (Oxford: Oford University Press, 1986), hlm. 31
[2] Richards,.Op. Cit., hlm. 44
[3] Audio-Lingual Method
[4] Jill Kreper Mora, Second-Language Teaching Method (http://www.edweb.sdsu.edu, diakses pada tanggal 20 Februari 2009)
[5] Diane Larsen and Freeman, Op. Cit., hlm. 31
[6] Richards and Rodgers, Op . Cit., hlm. 44
[7] Susan Kifutu, Background and Characteristics of the Audio-Lingual Method (http://www.tcnj.edu, diakses pada tanggal 21 Februari 2009)
[8] Diane Larsen and Freeman , Op. Cit., 45-47
[9] Suyatno, Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra, (Surabaya: Penerbit ISC, 2004), hlm. 35
[10] Diane Larsen and Freeman , Op. Cit., hlm. 44-45
[11] http://blog.hjenglish.com/yococo/articles/473032.html, diakses tanggal 6 April 2009
[12] Ibid
[13] Roestiyah NK, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 126-127
[14] Ibid, hlm. 127

9 comments: